Tittle : Silent Love
Author : RFP4
Genre : Romance, Family
Rating&Length : PG-15
–Chapter
Cast : Ayana Shahab (JKT48), Faris (Fiktif)“AKU ENGGAK CACAT! AKU ENGGAK BISU! AKU BISA BICARA! AKU PASTI BISA BICARA! SEMUA GARA–GARA MAMA!!! AKU BENCI DIA! AKU GAK AKAN PANGGIL DIA MAMA!!!”
Suara hati Ayana terus menerus
mengucapkan kalimat itu.
Air matanya mengalir deras, ia tak
tau dimana, ia hanya berlari mengikuti arah kakinya berjalan dan menemukan
tempat ini, sebuah tempat yang membuatnya tenang.
Dia menatap sekeliling, ada beberapa
orang berpakain hitam dan putih berjongkok dan berdoa... dia juga ingin berdoa
didepan makam ayah dan ibunya, tapi dia tak tau jalan menuju makam tempat ayah
dan ibunya berada.
“Tuhan.. jaga ayah dan bunda
disana.. aku sayang mereka.. jangan biarkan mereka tersiksa dan tak bisa bahagia
Tuhan.. aku sayang mereka.. sangat amat menyayanginya..”
Faris memandang ke kiri dan kanan,
mencari–cari sosok wanita yang mirip Ayana, atau mungkin memang Ayana. Kaca
mobilnya sedikit basah terkena tetesan air hujan dari pohon–pohon yang berada
disekitar jalan itu.. dia mulai mendesah kecil, dia benci suasana seperti ini!
Suasana ketika kita harus mencari
seseorang yang bahkan kita tidak tau dia dimana. Dia benci suasana seperti ini.
Ponselnya bergetar namun hanya
sebentar. Ada SMS.
‘Fr : Ayana
Kamu dimana?’
Faris berjalan ngeri memasuki taman
pemakaman umum ini... terlintas difikirannya Ayana adalah anak seorang penjaga
makam, pasti dia berani memasuki taman pemakaman ini walau sebenarnya siang
hari tidak terlalu menakutkan, namun cuaca mendung dan gelap masih terlihat,
membuat siang seperti bukan siang...
Matanya menelusuri taman pemakaman
itu, mencari–cari sesuatu.
Dia segera mengunci pandangannya
pada seseorang, dia segera berjalan mendekati orang itu, dia duduk
disampingnya.
“kamu kenapa? Maaf ya tadi aku
bilang kalo kamu itu pacar aku.. soalnya aku sering banget diejek maho lah,
apalah gara–gara gapunya pacar sampe sekarang.. maaf ya..” ucap Faris menunduk
dan tak berani menatap wajah Ayana.
Ayana segera mengambil ponselnya dan
mengetik di ponselnya untuk menjawab perkataan Faris.
‘aku gapapa kamu akuin jadi pacar
kok..’
Ponsel itu diberikan kepada Faris.
Faris mengambil ponsel itu dan membacanya.
“terus kamu kenapa lari tadi?”
‘aku gapapa kok..’
“kamu pasti kenapa–napa.. ayolah..
jangan boongin aku gini..”
‘kamu aja ngebohongin temen kamu,
masa aku gaboleh ngebohongin kamu? Gak adil!’
Membaca kalimat terakhir tadi, Faris
menyerah memaksanya menceritakan apa yang dia rasakan padanya. Meski Faris tau,
pasti ada luka dibalik pelariannya.
“kamu gak mau pulang kerumah kamu?”
tanya Faris mengalihkan pembicaraan.
Ayana mengangguk.
‘lampu hijau’ batin Faris, Faris
tersenyum dan segera mengajak Ayana pergi meninggalkan tempat yang baginya aneh
untuk menjadi tempat renungan ini.
‘ting...tong..ting...tong...’
Pintu terbuka.
“Ayana!” teriak seorang wanita yang
usianya hampir 40 tahunan.
Ayana diam.
“kamu kemana aja?! Kamu tau nggak
mama itu khawatir sama kamu! Gak sekolah lagi!” nada bicaranya keras.
Faris menatapnya bingung.
Wanita tadi menatap kearah Faris “kamu
siapa?!”
Faris kaget akan pertanyaan yang
diajukan pada dirinya. “hah? Eh? Em.. eng.. anu.. eh.. saya.. saya Faris
tante..hehe”
“oh.”
Faris mengutuk wanita tadi yang
hanya menjawabnya ‘oh’ dalam hati.
“masuk!” wanita itu menarik Ayana
masuk. Ayana menurut.
“makasih udah anterin anak saya.”
Dingin.
“iya tante”
Pintu ditutup.
“kelayapan kemana aja kamu?!” ucap
wanita yang berstatus ibu tiri Ayana kepada Ayana yang duduk didepan TV
menunduk.
“mama tau kamu itu bisu. Makanya
mama kasih kamu buku sama pulpen di meja supaya kamu mau nulis apa yang mau
kamu omongin!”
Ayana mengambil pulpen dan buku
tulis tadi. Dia menulis apa yang ingin dia katakan.
‘AKU ENGGAK BISU! AKU BENCI KAMU!
AKU GAK AKAN PANGGIL KAMU MAMA! NGERTI?! AKU MAU PERGI DARI RUMAH INI. TITIK.
GAUSAH GANGGU HIDUP AYANA LAGI! NGERTI?!’
Selesai Ayana menulis, dia segera
melempar pulpen tadi ke meja dengan kasar dan segera pergi meninggalkan ibu
tirinya itu.
Faris memandang jalanan yang basah,
konsentrasinya menyetir kembali diuji, pikirannya melayang entah kemana.
‘cittttttttttttt’
Faris menarik nafas panjang. Dia
hampir menabrak seseorang. Dia segera keluar dari mobilnya untuk melihat
keadaan orang yang hampir ia tabrak.
“mbak, gapapa kan? Maafin saya tadi
sa––” Faris menahan ucapannya.
Wanita itu tersenyum. Ayana.
“kamu ngapain disini?! Bawa–bawa tas
segala?”
Ayana diam dan segera berlari menuju
pintu mobil sebelah kiri, Faris mengawasinya hingga Ayana tiba di pintu mobil
sebelah kirinya. Dia hanya mengangguk menandakan membolehkan Ayana masuk ke
mobilnya.
Ayana duduk disamping Faris,
mendengarkan lagu–lagu Korea yyang diputar salah satu stasiun radio Jakarta,
Faris sudah terbiasa.
“kamu mau kemana?” tanya Faris
lagsung pada pokok permasalahan, karena dia melihat Ayana membaawa tas ransel
dan koper.
Ayana memandangnya bingung.
Dia mengambil ponselnya dan mengetik
sesuatu.
‘aku mau balik kerumah kamu’
‘citttttttt’ rem mendadak.
“eh sorry, eh ke? Eh––“ Faris
bingung dan gelagapan, dirumahnya ada 4 laki–laki dan orang tuanya tak ada, dia
berfikir keras, bagaimana jika... semua menjadi negatif.
Malam ini, Ayana hanya memainkan
ponselnya, dia sedang membuka akun social medianya yang sudah lama tak ia
buka.. mungkin sudah 3 tahun tak ia buka.
ada sebuah posting dari teman
sekelasnya, dia membuat posting tentang ibunya yang meninggal dan kini ia yatim
piatu.
Ayana nampak biasa saja, namun
menjadi luar biasa setelah ia membaca sebuah kalimat yang membuatnya
tercengang.
‘bukannya gue seneng orang tua gue
meninggal, gue.. jujur gue sedih banget. Gue bikin postingan ini, supaya kalian
yang masih punya orang tua dan diperhatiin sama orang tua kalian itu bersyukur,
ya walaupun over protect tapi mereka itu kan sebenernya sayang sama kalian.
Mereka gamau kalian kenapa-napa. Jujur gue nyesel selama ini udah benci sama
orang tua gue yang ngatur–ngatur gue tiap gue pergi. Ngelarang gue bergaul sama
siapa–siapa, tapi ternyata kata–kata mereka ada benernya. Gasemua orang yang
tampangnya baik itu emang baik. Sorry mom & dad..’
Ayana teringat kedua orang tuanya yang
telah tiada. Namun dia masih mempunyai ibu tiri. Ibu yang kejam menurutnya.
Tapi dia segera meralat pemikirannya
kepada ibu tirinya itu saat sang ayah meninggal.
.....
Dua orang wanita tengah duduk didepan sebuah gundukan tanah.
Mereka menangis. Salah satu dari mereka, Ayana.
“Ayana... ayo pulang.. udah sore.. nanti papa marah kalo
kamu disini terus...”
Ayana tak mau.
“ayolah Ay... papa pasti marah kalo kamu gamau pulang...
papa udah cukup sakit lihat pita suara kamu rusak dan buat kamu gabisa bicara, ayo
Ay kita pulang..”
Ayana tetap pada pendiriannya.
“kamu gamau pulang? Sama aja kamu ngecewain papa kamu. Kalo
kamu gamau pulang, papa kamu akan lebih merasa bersalah karena bikin kamu
gabisa bicara sayang..”
Hening.
“terserah.”
.....
Ayana merenung. Berfikir.
“Ay...” panggil seseorang didepan
pintu kamar Ayana yang tak ditutup.
Ayana menoleh.
“ayo makan. Udah malem nih.. makan
bareng–bareng sama kita aja ya..” ucap Putra yang memang paling tua dari Henry,
Esa, dan Faris.
Ayana mengangguk.
Suasana meja makan sangat ramai,
Ayana satu–satunya wanita di meja makan ini, Ayana hanya tersenyum dan
mengangguk menjawab pertanyaan–pertanyaan dari mereka, terkadang ia diam
tertawa. Dalam hati ia berkata ‘seandainnya aku bisa bicara, aku akan sangat
bahagia.’
“eh Ay.. dimakan dong! Emang gaenak
ya masakannya Faris? Yah maklum sih, dia koki amatiran..” ucap Esa menggoda
Ayana.
Ayana menggeleng cepat.
“eh? Serius gaenak?” kata Faris
cepat saat Ayana menggelengkan kepalanya.
Ayana menghela nafas.
“oh.. jadi maksudnya, enak kan?”
kata Faris lagi.
Ayana mengangguk.
“eh btw, kamu kelas berapa Ay?”
tanya Henry saat melihat Ayana mengangkat sendok ingin memasukkan makanan
kedalam mulutnya..
“eh dimasukin dulu, dikunyah dulu
baru dijawab aja deh..” lanjut Henry
“biar gue yang jawab. Si Ayana ini
kelas sebelas.” Kata Faris membantu Ayana.
“oh.. cie ini si Faris ngerti
banget.” Goda Henry
Faris memandangnya sebal.
Faris membuka–buka galeri ––tempat
foto–– di ponselnya, dia melihat–lihat foto di ponselnya, hanya ada beberapa
foto artis–artis idolanya dan foto Ayana.
Ada foto Ayana saat di kedai kopi,
Faris tersenyum kecil. ‘cantik.’ Kata hatinya.
Lusa adalah hari Valentine, dia
bingung pergi ke kampus nya atau tidak. Di satu sisi ia ingin pergi ke kampus
untuk berkonsultasi tentang skripsinya, tapi disisi lain, dia tidak ingin pergi
ke kampus dikarenakan ‘Valentine’. Alasan utama yang membuatnya muak.
Dia tak ingin membuat Ayana menangis
lagi, saat Ayana menangis, Faris berfikir bahwa ini kesalahannya karena
mengakui Ayana sebagai kekasihnya didepan teman–temannya tanpa izin darinya
yang memang bukan kekasihnya.
Semua membuatnya muak.
....
Pagi ini tak seperti biasanya, Ayana
sama sekali tak mendengar riuh suara Henry dan Esa yang biasanya setiap pagi
selalu berteriak–teriak meminta bantuan kepada Faris atau Putra.
Suasana sepi.
Ayana keluar dari kamarnya, kamar
yang sudah 3 hari ini menjadi tempat tinggalnya,tempat singgahnya.
Dia berjalan menuju meja makan,
Faris dan Putra duduk berhadapan seperti membicarakan sesuatu. Ayana memang
ingin tahu apa yang mereka bicarakan, namun ia tak enak hati mengingat ia bukan
siapa–siapa di rumah ini. Statusnya hanyalah teman dari Faris yang menjadi tamu
dirumah Faris dan menumpang di rumah Faris.
Faris duduk didepan Putra, kepalanya
menunduk. Putra tampak sedikit kecewa.
“kalo lo emang ada perasaan sama
dia. Sampein. Jangan buat dia nunggu gara–gara lo. Gue pernah ngalamin apa yang
lo alamin, hasilnya itu cewek kelamaan nunggu gue dan dia ninggalin gue.”
Putra.
“tapi gue gatau dia suka apa enggak
sama gue. Gue gatau kak.” Faris.
Putra menghela nafas “lo cerita sama
gue waktu lo ngakuin dia jadi pacar lo didepan temen–temen lo kan?”
“iya.”
“lo harusnya tau satu point yang
harusnya itu sebagai tanda dia juga ada rasa sama lo.”
Faris mendongak “apa?”
“lo beneran gatau?”
Faris menggeleng.
Putra mendengus kesal. “dia ngangguk
pas lo iya’in dia pacar lo.”
Faris berfikir. “yakin?”
“gue udah pengalaman Ris!”
Faris diam.
‘tok..tok..tok’ seseorang mengetuk
pintu kamar Ayana.
Ayana berjalan membukakan pintu.
Faris.
“mau ikut keluar? Nanti rumah ini
gak ada orang, aku mau ke kampus, mau ikut?”
Ayana mengangguk.
“siap siap ya..”
Ayana mengangguk dan tersenyum.
Faris berbalik ingin meninggalkan
Ayana, namun segera berbalik kembali saat Ayana hendak menutup pintu.
“eh tunggu–“ kata Faris saat Ayana
hendak menutup pintu “eng... gajadi deh.”
Faris memarkirkan motornya didekat
gedung biru. Ayana turun dari motor Faris, Faris masih duduk di bangku motornya
dan melepaskan helm nya. Ayana menyerahkan helm yang tadi ia pakai kepada
Faris.
Faris menerima dan menaruhnya
dimotornya.
Faris turun dan segera berjalan
menggandeng Ayana, Ayana tampak seperti sebelumnya, senang.
Raka mengawasi Faris dan Ayana
berjalan menuju gedung biru. Raka tampak masih tak percaya bahwa Ayana adalah
kekasih Faris, pasalnya mana mungkin Faris yang sangat terkenal akan ketampanan
dan kepintarannya berpacaran dengan gadis bisu? Ya memang Ayana memang cantik,
tapi.. dia bisu.
“kamu tunggu disini ya, aku mau ke
ruang dosen bentar, mumpung masih sepi.” Kata Faris saat tiba didepan ruang
dosennya dan menyuruh Ayana duduk di kursi dekat pintu ruang dosennya yang
memang disediakan untuk mahasiswa yang mengantri atau sekedar duduk–duduk.
Ayana mengangguk.
Faris masuk.
Raka datang.
“hai.” Sapa Raka saat duduk
disamping Ayana.
Ayana tersenyum ramah, senyumannya
menjawab ‘hai juga’
“tumben kesini? Kamu gak sekolah?”
Ayana diam.
“em.. oiya, kamu pacarnya Faris?”
tanya Raka mencoba mengalihkan pembicaraan, namun menurutnya itu sama saja.
Ayana tersenyum dan mengangguk.
Ternyata dugaannya bahwa Ayana akan
tetap diam, salah.
“sejak kapan?” Raka memberikan
ponselnya untuk Ayana mengetik.
‘kamu gaperlu tau sejak kapan, biar
aku sama Faris aja yang tau. Oiya sama kak Henry, kak Putra, kak Esa aja yang
tau.’
“kok gitu? Kan aku pengen tau..”
‘emang kenapa?’
“yah.. gapapa sih.. cuman pengen tau
aja, soalnya kan kamu sama Faris baru aja kenal.”
‘siapa bilang baru kenal? Haha’
Raka menghela nafas. “yah kamu..
oiya, waktu kemarin kamu kesini sama Faris dengan status pacaran, sekampus
heboh loh..”
‘loh emang heboh kenapa? Apa
salahnya aku sama Faris pacaran?’
“em.. kamu gatau ya? Faris disini
kan emang terkenal, dia pinter, ganteng kan?”
Ayana mengangguk menandakan bahwa
Faris memang tampan.
“nah, tau dong pasti orang ganteng
itu kenapa? Dia banyak fansnya disini, mulai dari senior, junior, yah banyak
lah.. makanya pas kamu kesini dan pacaran? Heboh semua.”
Ayana diamnm mendengarkan, tangannya
memberikan ponsel Raka kepada Raka.
Raka melihat ponselnya. Tak ada
jawaban.
‘apa gue tadi salah ngomong?’ batin
Raka.
“kamu gapapa kan?” tanya Raka
meyakinkan bahwa Ayana tak apa–apa.
Ayana menggeleng dan tersenyum.
Faris keluar.
“eh Rak!” sapa Faris saat keluar dan
melihat Raka duduk disamping Ayana.
Faris cemburu.
Ayana segera bangkit dan menghampiri
Faris.
“eh kamu kenapa?” tanya Faris saat
melihat raut muka Ayana yang tampak bahagia.
Ayana menggeleng dan tersenyum.
Faris sedikit gemas dengan tingkah
Ayana ini, apalagi Ayana langsung memeluk lengannya. Persis saat pertama kali
mereka bertemu. Saat suara petir membuat Ayana menghambur memeluknya.
“eh Ris, gue masuk dulu ye, eh lo
udah dapet berapa?” tanya Raka segera mengalihkan situasi.
“hem?” Faris tampak sedikit bingung
karena fokus mengingat kejadian di box telefon dan memandang Ayana. “oh, gue
udah bab 3, udah di acc juga. Lo?”
“ngadat gue, otak gue mentok bab 2,
kagak di acc mulu perasaan! Otak gue pan kagak jenius–jenius amat!”
“sabar elah. Gue ini bab 3 kemaren
juga gak di acc. Trus gue ralat–ralat terus yah akhirnya di acc.” Kata Faris
sambil meyakinkan dan menghibur sahabatnya.
“yaudeh, gue masuk dulu ye..”
“sip, gue juga mau cabut..”
Raka masuk.
“kamu laper?” tanya Faris mengingat
bahwa tadi Ayana tidak sarapan
Ayana mengangguk.
Faris dan Ayana duduk disalah satu
meja, tempat yang bisa disebut kantin ini lumayan ramai, cukup ramai jika
mereka tidak berdesakkan dan melihat Ayana.
Ayana merasa risih, namun dia tau
kenapa.
“kamu kenapa? Risih diliatin mereka?
Yaudah ayo pindah.” sebelum Ayana menjawab, Faris sudah berdiri dan menarik
tangannya, memaksanya berdiri dan mengikuti Faris kemana yang Faris mau.
Jam ditangan Faris menunjukkan pukul
11.00 siang. Ayana masih berada disampingnya. Selalu.
Dia sudah mengisi perutnya di tempat
yang jauh dari keramaian orang–orang gedung biru.
“Ay..” suara Faris membuyarkan
lamunan Ayana yang memang tak memikirkan apapun.
Ayana menoleh.
“nanti malem, ikut aku kesini lagi?
Mau?” tanya Faris pada Ayana
Ayana mengangguk.
“kamu aku anggep pacar gapapa kan?”
tanya Faris lagi.
‘sejujurnya aku pengen kita beneran
pacaran.. tapi kamu pasti malu punya pacar bisu kayak aku..’
Ayana mengangguk.
“tapi Ay...”
Ayana menoleh.
Faris mencoba menarik nafas
dalam–dalam untuk melepaskan rasa takutnya dan mencoba berkata sesuatu yang
mungkin membuat Ayana akan menjauhinya.
“aku.. em...”
Ayana memandangnya bingung
Faris menghela nafas sejenak. “aku
suka sama kamu Ay.” Ucap Faris yang segera merengkuh Ayana kedalam pelukannya.
Ayana diam terkaget saat Faris
menyatakan dia menyukainya, tetapi senyum mengembang dibibirnya saat Faris
memeluknya, rasa bahagia dan rasa tak ingin kehilangan muncul di benaknya..
Faris merasakan kenyamanan saat dia
memeluk Ayana, kenyamanan yang belum pernah ia rasakan, apalagi bersama seorang
wanita.
Sore ini Ayana hanya duduk diteras
rumah Faris, Faris duduk disamping Ayana, dan menemaninya dengan lantunan
lagu–lagu yang dinyanyikan Faris.
Ayana menyukai suara Faris, suara
yang merdu dan indah yang pernah dia dengar.. bahkan saat Faris mengaji pun,
dia sangat suka mendengarkannya.
Faris berhenti bernyanyi dan menaruh
gitarnya diantara mereka, dia memandang ke arah luar sejenak lalu memandang ke
Ayana yang tampak kecewa dia menghentikan aktifitas menyanyinya...
Hari ini Faris memang tampak lebih
percaya diri, dan dia sangat senang.
“kamu mau jadi pacar aku?” ucap
Faris yang tiba–tiba dan membuat Ayana segera menoleh memandangnya dengan
tatapan kaget dan bingung, namun tatapannya lebih bisa diartikan dengan ‘apa
kamu serius?’
“aku serius.”
Ayana mengangguk.
Hari ini mereka resmi berpacaran.
Faris menggandeng Ayana masuk
kedalam aula kampus gedung biru. Sangat ramai, Ayana sendiri hanya diam dan
menggandeng erat tangan Faris, Faris tak pernah keberatan saat Ayana
menggandeng tangannya dengan erat, karena dia yakin Ayana tak ingin kehilangan
dia, karena dia juga begitu.
“kamu mau ngapain disini?” tanya
Faris yang sudah tidak berada disamping Ayana lagi, namun berada didepan Ayana.
Ayana hanya menjawabnya dengan
mengangkat bahu dan menggelengkan kepalanya.
Faris tampak gemas, dia ingin sekali
mengenalkan Ayana kepada teman–temannya, namun dia masih kasian dan teringat
kejadian dimana perkataan Rizal menyinggung Ayana.
“Duduk disana aja yuk?” tanya Faris
sambil menunjuk meja dan kursi yang masih kosong
Ayana mengangguk.
Faris menceritakan
pengalaman–pengalaman yang menurutnya lucu kepada Ayana , Ayana hanya tersenyum
lucu kepada Faris, tapi Faris tau bahwa senyuman itu adalah tawanya..
“kamu laper nggak?” tanya Faris saat
mereka kembali hening
Ayana menggeleng
“yah, terus mau ngapain? Emang kamu
mau dansa kayak mereka disana?” kata Faris sambil menunjuk ke arah orang–orang
yang tengah berdansa dengan pasangannya masing–masing
Ayana mengangguk
“serius?”
Ayana kembali mengangguk dengan
mantap
Faris dan Ayana sedang menuju ke
lantai dansa, mereka berjalan bergandengan dan Ayana terlihat sangat manja
kepada Faris.. Faris tak apa dengan sikap Ayana, namun ada seseorang yang ingin
mengusiknya.
Musik tiba–tiba terhenti saat Faris
dan Ayana tiba di lantai dansa, semua orang bingung dengan apa yg terjadi dan
apa yg membuat DJ yg memutar musik menghentikannya.
“hey guys hello gue minta perhatian
sebentar!!!” teriak seseorang yang ada disamping DJ, Rizal.
Semua orang segera menoleh ke arah
suara, lebih tepatnya suara Rizal. Mereka menatap bingung atas perkataan Rizal.
Tak terkecuali Faris dan Ayana.
“gue cuman mau ngumumin sesuatu,
eits sebelumnya gue mau ngucapin happy valentine buat kalian semua guys..! dan
buat yang berstatus single atau jomblo, silahkan menjadi babu kita untuk malam
ini hahaha” kata Rizal sambil menyapa semua orang yang hadir, Faris hanya
menatapnya bosan.
“lo mau ngumumin apaan?!” teriak
seseorang yang merasa terganggu dgn sikap Rizal.
“oh oke oke, jadi gue mau ngumumin
sesuatu.. jadi.. ini kan acara valentine kita ya.. kita ini kan yang bisa
seneng–seneng kan yang taken––pacaran––kan ya? Nah, yang cuman nyewa pacar biar
nggak dibabuin itu kan harusnya juga jadi babu kan ya?” semua mendengarkan
perkataan Rizal. “lo semua bahkan tau kan siapa yang disini jomblo dan siapa
yang enggak?” masih mendengarkan. “disini gue mau ngasih tau kalo ada diantara
kita yang nyewa pacar boongan! Cantik sih, tapi sayang sewaan” semua orang
mendengarkan dengan penasaran.
“siape tuh?” tanya seseorang
“lo mau tau siapa? Itu orangnya ada
disana” Rizal menunjuk 2 orang yang terpisah sedikit jauh dari gerombolan orang
yg sedang mendengar perkataan Rizal.
Faris memandang Rizal tak percaya,
dan dia segera memandang Ayana.
Ayana memandang Rizal benci.
“maksud lo apaan ngatain gue make
pacar sewaan?!” bentak Faris yang segera ingin berlari kearah Rizal berada,
namun dicegah Ayana.
“loh? Emang bener kan lo pake pacar
sewaan? Semua orang disini tau lo itu gak pacaran dan gapunya pacar!”
“tapi–“
“kalo lo emang beneran pacaran sama dia,
apa buktinya? Lo pernah foto bareng? Enggak kan?!”
“...”
“lo diem berarti lo emang nyewa dia!
Kasian cantik–cantik jadi sewaan.”
Ayana semakin benci.
“lo boleh ngatain gue nyewa pacar
sewaan, tapi jangan sekali–kali lo ngatain Ayana cantik–cantik sewaan!”
“ups! Salahkah gue ngomong begitu?
Hahaha, so kalo lo emang pacaran sama dia, apa bukti lo? Oh iya dia bisu kan
ya? Hahaha gila seleranya Faris yang notabene anak eksis di kampus ini
seleranya cewek bisu? Hahaha”
“DIA ENGGAK BISU! DIA CUMAN GABISA
BICARA!”
“oh.. jadi bener pacar SEWAAN lo
bisu?” kata Rizal dengan penekanan di kata ‘sewaan’
“...”
“kenapa lo ganyewa orang buta
sekalian?”
“...”
Ayana pergi. Faris pergi. Rizal
menang.
Semua kembali pada kegiatan
masing–masing.
Suasana didalam mobil hening.. Faris
dan Ayana sama sekali tak mengucapkan kata–kata untuk memecah keheningan.
Ayana mengangkat tangannya dan
meraih tombol on di radio, dia memilih saluran yang sering ia gunakan untuk
mendengar lagu–lagu Korea saat dia bersama Faris di mobil ini.
‘okey ada banyak request yang masuk
nih, tapi gue mau ngabulin request dari Ayana Shahab, dia sms gini nih.. gue
bacain ya “hello kak penyiar yang baik, I want request one song from EXO K – Baby Don't Cry please puterin yes, salam
buat semua KPOPERS yes” okeeyy I will play your request Ayanaaa..’
Suasana yang tadi hening sedikit
terpecahkan oleh suara radio yang kini mulai memutar lagu yang di request oleh
Ayana.
Faris mendengar setiap kata dari
penyiar tadi dengan baik, bahkan dia tak menyangka bahwa Ayana lah yang
merequest lagu di radio itu.
‘Doneun mangseolijima jebal
Nae simjagul geodu-eoga
Geurae nalgarogul surok joha
Dalbichjodago noneul gameum bam
Na anin dareun namjayeotdamyeon
Hwiguk anhee han geojori-eotdoramyeon
Neoye geu saramgwa
Bakum sangcheo modu taeweobeoryeo
Baby don't cry tonight
Eodumi geodhigo namyeon
Baby don't cry tonight
Eobseotdeon iri dwil geoya
Mulgeopumi dwineun geoseun niga aniya
Geutnae mwollayahaedon
So baby don't cry cry
Nae sarangi neol jigitaeni’
*Continue*
Maaf ya ngaret lama banget hehehe
0 komentar:
Posting Komentar