26 Mei 2014











Tittle                          :               Silent Love
Author                       :               RFP4
Genre                         :               Romance, Family
Rating&Length          :               PG-15 –Chapter
Cast                                  :                   Ayana Shahab (JKT48), Faris (Fiktif)

Faris menghentikan mobilnya didepan cafe, Ayana tak tau apa yang diinginkan Faris, Ayana berfikir Faris lapar dan ingin makan di cafe ini, tapi ternyata? Tidak.
 Ayana menatap Faris.
“ayo makan disini.”
Ayana menggeleng.
“kamu marah?”
Menggeleng
“terus kamu kenapa? Maafin tadi si Rizal ya.. janji besok si Rizal abis sama aku kok.”
Menggeleng. Ayana segera mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu
‘aku gamau kamu kekerasan buat semua ini.. biarin aja mereka ngatain kita, ngatain aku bisu.. aku gapapa kok.. asal kamu gapake kekerasan.. aku gasuka pake kekerasan, kita buktiin aja pake kekuatan kita, kita buktiin kita emang satu dan gak saling sewa hahaha’
Faris tersenyum “aku sayang kamu”
Ayana memeluk Faris.
Faris tertawa “ini tandanya kamu juga sayang aku kan?”
Ayana mengangguk dan tersenyum bahagia.

Ayana sudah tidur dikamarnya, Putra menonton TV di ruang TV, suasana sepi.. Henry dan Esa belum pulang, Faris turun dan menghampiri Putra.
“hellooow kakak gue yang baiknya minta ampun..” sapa Faris saat sudah duduk di samping Putra.
“Ck. Ada kabar apa lo ngatain gue baik begini?”
“gue jadian sama Ayana.”
“HAH?!” Putra terlonjak kaget. “serius lo? Kapan?”            
“sejak.. tadi soreeee~~~” Faris tersenyum lebar
“wih.. syukurlah lo udah dapetin dia, tapi lo yakin kan dia juga ada rasa sama lo?”
“iyalah!”
“oke oke, btw peje bisa kali?”
Faris mengambil dompet di saku celananya dan mengeluarkan satu lembar uang lima puluh ribu an
“nih beliin gue nasi goreng, sisanya ambil aja.”
“lo ngebabuin gue?”
“anggep ini hari jomblo buat lo.”
“shit.”

....

Sinar matahari masuk melalui celah kamar Ayana, Ayana mulai risih karna sinar matahari itu mengganggu tidurnya. Matanya mulai terbuka sedikit demi sedikit dan akhirnya matanya terbuka dengan lebar.
Matanya segera memandang sekeliling kamarnya, kamar yang berantakan.

Faris berjalan di koridor kampus dengan tumpukan buku di tangannya, dia mengacuhkan pandangan orang-orang yang memandangnya dengan arti ‘menjauhi’nya
Faris memilih meja disudut kantin, dia menyandarkan tubuhnya di kursi yang diletakkan berdempetan dengan tembok. Faris memejamkan matanya dan menarik nafas dalam–dalam.
‘mungkin sampe gue lulus bakal kayak gini.’
Faris membuka matanya, dan segera menyadarkan pikirannya. Diambilnya ponsel dari saku celananya, ada 2 telefon dari Ayana, dan 1 pesan darinya. ‘ini semangat gue.’
‘kenapa telfon? Maaf tadi gatau, tadi hp aku silent..’ Faris membalas pesan Ayana.
‘kamu kemana?! Aku pengen ikut kamu!’
Faris bingung harus menjawab apa, disatu sisi ia enggan membohongi Ayana. Disisi lain, dia tak ingin Ayana tau dia ke kampus sendiri karena dia tak ingin Ayana dihina oleh teman–temannya. Faris tak ingin Ayana dihina.
‘aku lagi keluar sama Henry kok, tenang aja J
‘nanti kalo udah selesai, buruan pulang ya. Aku bosen.’
‘iyaa bawel :p’
Tak ada balasan. Mungkin Ayana marah saat Faris membalasnya dengan kata ‘bawel’ itu sungguh lucu.
Faris segera berdiri dan bergegas menuju ruang dosen pembimbingnya untuk menanyakan skripsinya. Dia harus lulus tahun ini.

Ayana memandang layar ponselnya, dia menunggu Faris menelfonnya. Tapi ternyata tidak.
Ponsel Ayana berdering. Ibunya.
‘kamu kemana? Mau mama jemput! SMS-in alamatnya ya!’ Ayana matikan.
Ponsel Ayana terus berdering dan membuat Ayana sebal. Akhirnya dia matikan ponselnya.

Faris tiba dirumah dan segera menuju kamarnya, dia rindu tak melihat Ayana.
Faris melihat pintu kamar Ayana terbuka, dia segera menuju kamar Ayana, dia sudah rindu padanya.
Faris terdiam saat melihat sebuah koper dan tas yang dulu Ayana bawa berada di atas tempat tidur.
“Ay..” Faris mencoba memanggil Ayana. Ayana muncul dari balik pintu kamar mandi.
“koper? Tas?” tanya Faris.
Ayana mengambil buku kecil dan pulpen.
‘aku mau pulang, mau anterin aku?’
Faris diam dan beberapa detik kemudian tersenyum dan mengangguk.

Suasana didalam mobil sepi, hanya terdengar ssuara radio yang diputar oleh Ayana.
Faris hanya hanyut dalam keheningan, namun pikirannya tidak. Pikirannya selalu berfikir jika dia tak akan bertemu Ayana lagi. Namun itu segera ditepis oleh Faris. dia punya nomor Ayana. Dia bisa berkomunikasi lewat ponsel.
Faris, dia pasti akan sangat rindu pada Ayana. Gadis yang mengubah hidupnya.
Ayana memegang tangan Faris. Faris terkejut.
Faris menghentikan laju mobilnya. “kenapa?” tanya Faris bingung.
Ayana tersenyum dan menunjuk sebuah rumah yang baru saja dilalui oleh Faris.
“eh? Maaf–maaf aku lupa hehe” ucap Faris saat tersadar dia baru saja melewatkan rumah Ayana.
Faris segera memundurkan mobilnya dan turun untuk membukakan pintu Ayana.

...

Faris mencoba fokus pada skripsinya namun pikirannya melayang dan tetap kembali pada kejadian tadi sore.
Faris dan Ayana berdiri didepan pintu rumah. Faris memencet bel, seorang wanita berusia hampir setengah abad muncul membukakan pintu.
“sia–” ucap wanita itu sambil memandang Ayana dan Faris. “Ayana?”
“permisi tante, a–” Faris belum selesai bicara. Wanita itu segera menghambur ke Ayana dan memeluknya.
Dua sudut di bibir Faris terangkat. Dia tersenyum saat Ayana dan ibunya berpelukan.
Ayana mengeluarkan ponselnya, dia mengetik sesuatu, Faris kira itu untuknya, tapi ternyata ponsel itu diberikan kepada ibunya.
“oh kamu pacarnya Ayana ya? Namanya Faris?” ucap sang ibu setelah memandang layar ponsel Ayana.
“e–eh iya tante iya hehe” Faris kaget dan menggaruk–garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
“waah pacar kamu ganteng ya, keren Ay..” ucap sang ibu mengagumi Faris.
Ayana menyenggol lengan ibunya. Malu.
Faris hanya tercengir saat mendengar itu.
“yaudah Ay... ayo masuk mama mau introgasi kamu.”
Mata Ayana membulat. Inilah yang dia benci.
Faris hanya melongo mendengar calon mertuanya berkata seperti itu pada kekasihnya
Tanpa disadari, Ayana sudah berada dibalik pintu dan melambaikan tangannya kepada Faris pertanda selamat tinggal.

Faris bisa saja melempar laptopnya jika dia ingin. Namun bukan itu yang diinginkan sekarang. Yang diinginkan sekarang adalah bertemu dengan Ayana. Baru 4 jam dia tak melihat wajah Ayana. Rindu mulai menyelinap melalui seluruh indra penglihatannya. Saat ia menatap layar ponselnya yang berwalpaper Ayana saat sedang di kedai kopi.
“aku kangen kamu Ay...” gumam Faris.
Faris mulai tak tahan dengan semua ini, namun dia harus bisa bertahan demi hubungannya dengan Ayana.
Hubungannya memang sudah mendapat lampu hijau dari kedua orang tua mereka, namun bukan itu masalahnya. Masalahnya, dia harus menahan rindu yang ada didalam hatinya. Rindu yang bisa meledak sewaktu–waktu jika daya tampungnya sudah melampaui batas maksimum.

Ayana mungkin memang anak yang beruntung jika anak–anak lain melihatnya, dia punya kekurangan namun kekurangan itu tertutupi oleh kekayaan keluargannya dan kekasihnya saat ini.
Namun bukan itu yang dia mau. Dia ingin suaranya kembali.
Ayana menyalakan komputernya.
Dia membuka internet dan mencari informasi tentang pengobatan yang dapat mengembalikan suaranya.
Sebuah artikel menarik perhatiannya. Cangkok pita suara.

...

Faris mengirim pesan kepada Ayana. Pagi ini biasanya dia pergi ke kamar Ayana dan membangunkannya, atau menunggunya di ruang makan untuk sarapan.
Namun, pagi ini nampaknya akan sama seperti saat dia belum bertemu Ayana.
‘selamat pagi gadis cantik, ~ kamu sekolah gak?’
Beberapa menit kemudian, sebuah pesan masuk ke ponsel Faris.
‘selamat pagi jugaaa. Iyaa aku sekolah, kamu semangat kuliah yaa fighting!!!’
Faris tersenyum. ‘aku anter kamu ya? Kamu berangkat jam berapa?’
‘gak usaah nanti kamu telat kuliah lagi L
‘aku ke kampus nanti siang kok, cuman minta acc. Aku anter yaaa pliss L
‘ya dehh..’
‘jam berapa?’
‘aku berangkat jam 6’
‘okee tunggu akuu’
‘iya.. J

Faris dan Ayana sedang menuju ke sekolah Ayana. Faris sengaja menggunakan motor agar dia dapat menyelip diantara mobil–mobil jika macet, lebih tepatnya agar dia terhindar dari macet.
Ayana menepuk bahu Faris dan menunjuk ke arah bangunan berpagar besi bercat abu–abu.
Faris menghentikan motornya didepan gerbang bangunan itu. Sekolah Ayana.
Ayana turun dan menyerahkan helm yang dikenakannya pada Faris. Ayana tersenyum dan melambaikan tangannya pada Faris.
Faris tersenyum.

Ayana duduk dibangkunya, memandang ponselnya yang berwalpaper Faris saat sedang mengetik skripsi di kedai kopi.
‘kamu lucu.. aku bangga punya kamu.’ Kata Ayana dalam hati dan tersenyum.

Faris mendapat acc untuk skripsinya. Faris yakin dia akan lulus tahun ini. Jika dia lulus, dia akan melamar pekerjaan menjadi seorang photografer disalah satu perusahaan di Jakarta ini.
Dia sudah mempunyai target.
Faris mengambil ponselnya dan melihat ada pesan dari Ayana.
‘jangan lupa sarapan! Kamu pasti belum sarapan kaan??!!’
Faris tersenyum dan bersumpah akan sarapan sebelum pergi mengantar Ayana ke sekolah agar ia tak seperti anak kecil yang diperintah untuk segera sarapan oleh orang tuanya.
‘iya iya.. kamu pulang jam berapa? Aku jemput ya..’
‘aku pulang jam 3, masih lama...’
‘gapapa, aku juga masih dikampus kok.’
‘jangan lupa sarapan sama makan siang ya.. aku sayang kamuuuuu!!!’
‘aku gak sayang kamuu!! :p’
‘yaudah.’
‘eh ngambek :p gak pelajaran? Kok SMS-an?’
‘aku lagi istirahat tau!!’
‘oh lagi istirahat.. kirain mau jadi anak nakal yang mainan hape dikelas waktu pelajaran.. :p’
‘ihh L
‘kamu makan yang banyak biar gendut ya :p’
‘gamau kalo kamu gamakan! :p’
‘aku makan kok :p’
‘mana buktinya?’
‘mau bukti apa? Cinta? Nihh cintaa :p’
‘gacuman cinta, gambar juga dong.. foto kalo kamu lagi makan :p’
‘ribet ya.. emang harus?’
‘harus!’
‘kalo aku gak mau?’
‘aku juga gak mau.’
‘iyadeh.’

Faris berjalan malas menuju kantin dia hanya mengeluarkan laptopnya dan diam–diam mengambil gambarnya yang berada didepan laptop.
‘udah kan? :p udah ya.. hape aku lowbatt nanti aku jemput jam 3 ya.. ilysm.’ *ilysm maksudnya I Love You So Much*
Setelah itu ponsel Faris mati.

Faris menatap jam di tangannya dengan sedikit kesal, sudah hampir 40 menit dia berada di depan gerbang sekolah Ayana, namun Ayana belum keluar. Sekolah ini mungkin memang belum pulang, bahkan jika dilihat disini hanya ada Faris dan beberapa orang tua murid atau saudara murid lainnya, namun jika dihitung mungkin hanya 6 atau 7 saja. Ayana pasti membohonginnya.
*20 menit
Seseorang menepuk bahu Faris, gadis cantik berseragam SMU muncul dan tersenyum padanya. Raut muka Faris sangat tak enak dilihat.
“kamu tau aku nunggu 1 jam?! Kamu pasti boong kan sama aku kalo kamu pulang jam 3?!”
Ayana hanya tersenyum mengejek dan menjulurkan lidahnya.
Faris mendengus kesal.
“nih.” Faris memberikan helm yang tadi pagi dipakai Ayana untuk berangkat.
Ayana menerimanya dengan muka yang mengejek. Dia berhasil membuat Faris marah kepadanya.
Ayana mengetik sesuatu diponselnya sebelum Faris menjalankan motornya.
‘ayo ke kedai kopi.. aku aus’
Faris hanya diam dan segera menyalakan motornya, Ayana pun segera naik ke motor Faris sebelum dia ditinggal Faris karena dia tau Faris sedang sensitif dan masih ada rasa marah di dalam hatinya.
Ayana hanya tersenyum sendiri jika teringat kalimat ‘aku berhasil membuatnya marah padaku’ yang ia buat sendiri.

Faris hanya duduk dengan tampang kesal, dia sudah menghabiskan kopi yang ia pesan.
Ponsel Faris bergetar.
‘Fr       : Ayana
Maaf yaaa aku gak maksud bikin kamu marah.. aku cuman pengen nge cek kamu beneran mau jemput aku apa enggak, eh ternyata beneran jemput tooh :p’

Faris menarik nafasnya dan membuka mulutnya “disaat kayak gini masih sempet–sempetnya pake titik dua P?”
Ayana menatap wajah Faris dengan muka cemberut dan mengirim pesan lagi kepada Faris.
Ponsel Faris kembali bergetar.
‘Fr       : Ayana
Yaudah kalo kamu marah, aku pulang. Sendiri. Bye.’

Faris segera memandang bangku didepannya.
Kosong.
Mata Faris menelusuri semua sudut di kedai kopi ini.
Itu dia. Berjalan menuju pintu keluar.
Faris segera mengangkat ponselnya dan mengetik sesuatu.
Langkah Ayana terhenti didekat pintu keluar saat ponselnya berdering. Faris menelfon. Dengan rasa penasaran yang teramat sangat, Ayana mengangkat telefon itu.
‘kopinya belum dibayar. Bayar sendiri–sendiri kalo kamu juga marah.’
Faris menahan tawa ditempat duduknya, sementara Ayana masih bingung dengan perkataan Faris.
‘ada ya pembeli kopi yang mesen kopi tapi gadibayar? Gasadar ya kalo diliatin seisi ruangan gara–gara berhentti didepan pintu. Enggak malu didepan pintu cuma diem sambil nempelin handphone ditelinga dan sementara kopinya belum dibayar main pergi aja? Aku sih malu..’
Dan seketika Ayana membalikkan badannya dan menyapu bersih tatapan semua pengunjung kedai kopi yang menatapnya dengan tatapan aneh. Namun pandangannya segera menuju ke Faris. Faris yang kini menahan tawa. Ayana bersumpah akan pergi meninggalkan uang di meja jika dia sedang berkelahi dengan Faris di kedai kopi ini lagi.

...

‘But I set fire to the rain
Watched it pour as I touched your face   
Well it burned while I cried ‘cause I heard it screaming out your name, your name

 Suara Faris kembali terdengar dibalik jendela kamarnya, Putra dan Henry datang bersamaan kekamar anak bungsu ini.
“galau Ris?” tanya Henry saat memasuki kamar Faris yang cukup rapi.
Faris hanya diam tak menjawab pertanyaan Henry dengan berpura–pura sibuk memetik senar gitar.
“Ris.” Panggil Putra saat mengetahui tingkah adiknya ini.
Faris segera menoleh namun tetap diam. Dia hanya memandang Putra dan Henry dengan pandangan yang mengatakan ‘pergi! Gue lagi gamau diganggu!’

...

 Ayana menghentikan kakinya didepan sebuah ruangan bertuliskan nama seorang dokter yang pernah dibacanya di internet.
Dia segera masuk dan menemukan ruangan ber–cat putih dengan bau khas rumah sakit.
“silahkan duduk, ada keluhan apa?” ucap sang dokter saat Ayana sudah duduk di kursi didepan meja dokter itu.
Ayana segera memberikan buku kecil untuk sang dokter membacanya.
‘pita suara saya rusak. Saya pengen bisa bicara lagi..’
Dokter itu tersenyum dan memandang Ayana yang menatapnya cemas.
“saya hanya bisa menyarankan satu hal. Cangkok pita suara. Namun itu sangat sulit dan butuh ketelitian ekstra. Salah sedikit, fatal akibatnya.”
Ayana menulis dibukunya.
‘demi apapun saya ingin suara saya kembali dok.. tolong lakukan itu.. berapapun biayanya akan saya bayar dok...’
Dokter itu menghela nafas. “saya tidak memasalahkan biaya, saya hanya memasalahkan keselamatan adek, dan kemampuan dokter kami belum terlalu handal dan ahli untuk cangkok pita suara ini..”
Wajah Ayana memohon.
“tapi jika adek mau menerima resiko, saya akan berkoordinasi dengan dokter dari Singapura yang lebih ahli.”
Wajah Ayana berseri saat mendengar itu semua.
“oh ya.. masalah biaya, karena ini sangat rumit dan saya yakin akan menguras banyak dana, saya akan meminta bantuan dari pusat.”
Ayana tersenyum puas.
Sebentar lagi dia bisa berbicara.

....

Faris duduk di dalam mobilnya, menatap mahasiswa yang berjalan melewati mobilnya. Sudah 1 minggu dia tak mendengar kabar Ayana. Setiap pagi dia ke rumah Ayana, pembantu di rumah itu selalu berkata bahwa Ayana sudah berangkat. Saat sore dia selalu menunggu Ayana didepan sekolahnya namun nihil. Ayana tak ada. Padahal dia sudah menunggu lama.
SMS–nya pun tak Ayana balas. Entah mengapa Ayana seperti menghindarinya.
Faris kelewat rindu.

Putra berada di sebuah ruangan, menghidupkan kamera yang sudah berada di pojok ruangan semenjak satu minggu yang lalu.
Banyak dokter di dalam ruangan ini.
“this camera is ready”

....

Faris menyandarkan kepalanya di sofa ruang tamu, pikirannya melayang entah kemana hingga seseorang menyadarkan lamunannya dengan pukulan di bahu. Dia berharap Ayana.
“ngapain lo disini? Udah malem, gatidur?” tanya Putra melihat Faris yang duduk di sofa tengah malam sseperti ini.
“he?” Faris kaget. “oh, ini masih jam 12. Ngapain tidur sekarang kalo gue besok pagi gak ngapa–ngapain”
“maksud lo?” Putra bingung. “lo enggak nganterin Ayana ke sekolah emang?”
Faris menggeleng.
Putra teringat sesuatu, dia segera memberikan sebuah VCD yang ada didalam tas–nya.
Faris mengerutkan dahinya. Tak mengerti.
“ambil aja. Kalo perlu lo puter ini sekarang. Gue mau tidur. Capek gue ngurusin ini..” Putra segera pergi.
Faris menerima VCD itu dengan rasa penasaran. Penasaran kenapa Putra memberikan sebuah VCD kepadanya, bahkan Putra tak memberitahu apa isi VCD ini. Pikiran lelaki dewasa adalah VCD ini...
Pikiran itu segera ia tepis.
Faris berjalan menuju kamarnya, dia ingin menonton VCD itu besok. Tubuhnya lelah. Dia ingin istirahat.

Faris merebahkan tubuhnya di kasur, menatap langit–langit kamar yang seakan berkoordinasi dengan mata dan fikirannya untuk membentuk bayangan Ayana.
Ayana lagi.
Faris segera menatap VCD yang dia letakkan disamping laptopnya. Pikirannya masih penasaran dengan isi VCD itu. Persetan dengan hari yang sudah berganti. Dia mengambil VCD itu dan memutarnya di laptopnya.

Terlihat sebuah jalan raya yang ramai di siang hari.

‘Ini bundaran HI?’ tanya Faris dalam hati

Terlihat seorang wanita bebaju pink dengan celana jeans biru panjang dan bersepatu cats sedang berdiri dan merentangkan kedua tangannya.
Wanita tu membalikkan badannya.


‘Ayana.’ Faris mengerutkan dahi

Wanita itu Ayana. Sebuah teks tertulis di video itu.
‘haay aku Ayana Shahab, aku gadis yang tak bisa bicara. Tapi aku mencintaimu Faris Sadewa.’
Ayana melambaikan tangannya kepada kamera dan tersenyum , tangannya berubah pose membentuk sebuah hati.
Latar berganti.
Sebuah ruangan di rumah sakit.
Ayana terbaring ditempat itu. Kepalanya menoleh ke arah kamera dan tersenyum.

Faris mulai khawatir dengan adegan ini. Apakah ini sebuah project dari Ayana untuk menipunya kembali?

Sebuah teks muncul.
‘tepat saat hari pertama aku dan kamu kehilangan kontak, aku sedang menjalani operasi cangkok pita suara. Doakan aku agar aku selamat dan operasi ini lancar.’

Jantung Faris berdegup kelewat kencang.

Adegan berganti disebuah ruangan, banyak dokter yang menutupi adegan ini, sebuah teks muncul.
‘aku sedang di operasi jangan khawatirkan aku, doakan saja agar operasi ini sukses dan aku bisa kembali bicara..’

Faris mencoba tetap fokus melihat semua ini.

Adegan berganti lagi menuju sebuah ruangan. Ruang inap Ayana di rumah sakit.
Terlihat seorang gadis sedang terdiam tak sadarkan diri.

“kamu kenapa sayang...” gumam Faris saat melihat Ayana dalam video itu.

Adegan kembali berganti. Kini ruangan yang tadi sepi dan hanya terdapat Ayana seorang diri, sudah menjadi ramai akan dokter–dokter yang mengelilinginya.
‘this camera is ready.’
Putra masuk kedalam ruangan tersebut.

Mata Faris membulat saat Putra masuk kedalam ruangan itu.
“nga–“ gumam Faris tak ia lanjutkan saat Faris melihat kembali lanjutan video itu,

Putra mendudukkan seorang gadis yang leher–nya dibalut perban.

Faris mencoba melihat siapa yang Putra dudukkan, Ayana.
Beberapa dokter tampak berwajah tegang, mereka semua ingin menyaksikan dan mendengar sendiri hasil dari kerja mereka selama 8 jam berada di ruang operasi.
“coba ucapkan apa yang ingin kamu ucapkan.” Perintah sseorang dokter yang ada di dalam ruangan itu.
Ayana tampak sedang menarik nafas, perban di lehernya sudah dilepaskan.

Layar laptop Faris menghitam.

Sebuah teks muncul,
‘kamu tau operasi aku berhasil atau gagal? Besok jemput aku berangkat ke sekolaah yaaaa.
~Ayana’

Video itu selesai.
Faris semakin penasaran. Gadis yang dicintainya menimbulkan rasa penasaran didalam hatinya.
Ingin Faris menelfon Ayana. Namun itu tak mungkin. Hari sudah larut.
5 jam lagi dia akan berangkat menuju rumah Ayana.

...

Faris sudah rapi. Dia turun ke lantai satu dan mengambil kunci mobilnya.
Dia ingin mengantar Ayana dengan mobil untuk hari ini.
“eh Ris? Lo? Rapi amat?” tanya Henry saat Faris turun dan berjalan melewati meja makan.
Langkah Faris terhenti.
“kayak gini rapi ya? Cuman gini doang rapi?” tanya Faris memperhatikan pakaiannya yang menurutnya non–formal.
“ya.. maksud gue... tumben gitu lo pagi–pagi udah rapi..”
“oh.... gue mau nganter Ayana sih.”
“oh. Yodah sono ntar lo telat lagi.”
“lo yg bikin lama.”
“hah?!”

Faris tiba didepan rumah Ayana.
Ayana sudah menunggunya dengan seragam putih abu–abunya.
Faris akan menjalankan rencana yang sudah disusunnya semalam.

Ayana bosan melihat Faris yang terus berdiam sepanjang perjalanannya ke sekolah. Ayana sudah mencoba menghidupkan radio, tapi oleh Faris dimatikan.
‘sebenernya kamu kenapa?!!’ batin Ayana.
Faris memandang jalanan yang mulai ramai. Sesekali dia mencuri pandangannya pada sosok wanita disampingnya melalui kaca spion.
Rencana Faris mungkin

*Continue*

Satu hari post 2 ff gapapa kan? hahaha 
next part end yaaa ;)

0 komentar:

Posting Komentar